Wednesday, January 22, 2014

motif batik indonesia beserta maknanya



Macam-macam Motif Batik Beserta Maknanya


1.  Motif Mega Mendung




Pada bentuk mega mendung, bisa kita lihat garis lengkung dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) yang menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun).
Hal itu kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri (belajar atau menjalani kehidupan sosial agama). Pada akhirnya, membawa dirinya memasuki dunia baru menuju ke dalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut  (naik dan turun) dan pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Dengan demikian, kita bisa lihat bentuk mega mendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil, tetapi tidak boleh terputus.
       Terlepas dari makna filosofis bahwa mega mendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehingga bentuknya harus menyatu, sisi produksi memang mengharuskan bentuk garis lengkung mega mendung bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pewarnaan bisa lebih mudah.  
 

2 .  Motif Sekar Jagad

 
 Batik memiliki nilai estetika tinggi, syarat makna dan filosofi yang merupakan kearifan lokal yang perlu dipahami dan terus dilestarikan. Keserasian dan harmonisasi antar sesama hidup manusia, manusia dengan alam dan sang pencipta tertuang dalam motif batik yang indah, selain itu motif motif batik juga sarat akan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Salah satunya adalah batik motif Sekar Jagad.
Batik motif Sekar Jagad merupakan salah satu motif batik khas Indonesia. Batik pedalaman ini berasal dari Solo & Yogya. Dengan latar putih, maknanya adalah peta dunia. “Kar” dalam Bahasa Belanda berarti peta dan “Jagad” dalam Bahasa Jawa berarti dunia, sehingga motif ini juga melambangkan keragaman baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Batik ini menggambarkan bentuk kebaikan dan biasa dipakai oleh orang ahli, orang pintar, dukun istana dan keraton. Motif ini mengandung makna kecantikan dan keindahan sehingga orang lain yang melihat akan terpesona.
Ada pula yang beranggapan bahwa motif Sekar Jagad sebenarnya berasal dari kata sekar dab jagad. Sekar berarti bunga dan jagad adalah dunia. Paduan kata yang tercermin dari nama motif ini adalah kumpulan bunga sedunia. Motif ini merupakan perulangan geometris dengan cara ceplok (dipasangkan bersisian), yang mengandung arti keindahan dan keluhuran kehidupan di dunia. Motif ini mulai berkembang sejak abad ke-18. Motif Sekar Jagad merupakan motif batik yang mengambarkan kehidupan seluruh dunia dan rata-rata motif batik Sekar Jagad bernuansa bunga.
Motif batik ini memiliki pola yang mirip dengan gambar peta serta memiliki warna yang bervariasi pada setiap bagiannya. Salah satu keindahan dari motif batik ini adalah memancarkan keindahan dan daya tarik yang tinggi. Selain itu keragaman warna pada motif batik ini juga menjadi salah satu bentuk dari keindahan akan motif batik sekar jagad.

3.  Motif Jlamprang 

 

Batik dengan nama motif Jlamprang ini berasal dari daerah Pekalongan. Di Yogyakarta, motif serupa diberi nama Nitik. Motif Jlamprang merupakan salah satu batik yang cukup popular yang diproduksi di daerah Krapyak Pekalongan. Batik ini merupakan pengembangan dari motif kain Potola dari India yang berbentuk geometris kadang berbentuk bintang atau mata angin dan menggunakan ranting yang ujungnya berbentuk segi empat. Batik motif Jlamprang ini diabadikan menjadi salah satu jalan di Pekalongan.
Pada saat pedagang dari Gujarat (India) datang di pantai utara Pulau Jawa, mereka membawa kain tenun dan bahan sutra khas Gujarat dalam barang dagangannya. Motif dan kain tersebut berbentuk geometris dan sangat indah, dibuat dengan teknik dobel ikat yang disebut patola (sembagi atau polikat) yang dikenal di Jawa sebagai kain cinde. Warna yang digunakan adalah merah dan biru indigo.
Motif kain patola memberi inspirasi para pembatik di daerah pesisir maupun pedalaman, bahkan lingkungan keraton. Di daerah Pekalongan tercipta kain batik yang disebut jlamprang, bermotif ceplok dengan warna khas Pekalongan. Terinspirasi dari motif tenunan, maka motif yang tercipta terdiri dari bujur sangkar dan persegi panjang yang disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan anyaman yang terdapat pada tenunan patola.

4.  Batik jambi angso duo

  Karakter dan kearifan lokal masyarakat Melayu Jambi dulu, tersimbolisasi dalam berbagai karya seni, salah satunya dalam motif batik Jambi.  Meski belum dilakukan kajian mendalam tentang makna filosofis berbagai motif, namun menurut budayawan Jambi Ja’far Rassuh, penggambaran motif tersebut merupakan representasi watak dan
karakter masyarakat Melayu Jambi dengan tipikalnya yang sederhana, egaliter dan terbuka terhadap hal-hal lain di luarnya, meski cenderung lamban merespon perubahan.
Motif pokok pada batik Jambi sangat sederhana, tidak rumit dan cenderung konvensional. Mencirikan watak asli masyarakat Melayu Jambi. Jika ada motif batik Jambi yang rumit dan detailnya kompleks, maka bisa jadi itu adalah motif pengembangan baru yang muncul pada dekade 80-an.
Asianto Marsaid dalam bukunya Pesona Batik Jambi yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi pada 1998, berupaya menjabarkan makna filosofis dari lima motif pokok batik Jambi. Menurutnya, lima motif pokok yang diurainya itu termasuk motif kuno dan tertua yang pernah ada di Jambi. Lima motif itu meliputi Durian Pecah Merak Ngeram Kuao Berhias Kapal Sanggat dan Tampuk Manggis.Motif Durian Pecah menggambarkan dua bagian kulit durian yang terbelah, namun masih bertaut pada pangkal tangkainya. Dua belah kulit itu memiliki arti pada masing-masing bagiannya. Belahan pertama merupakan pondasi iman dan taqwa. Bagian satunya lagi lebih bernuansa ilmu pengetahuan dan tehnologi. Makna yang disimpulkan oleh Asianto pada motif Durian Pecah itu ialah, pelaksanakan pekerjaan berlandaskan iman dan taqwa, serta ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi akan memberikan hasil yang baik bagi yang bersangkutan serta keluarga.



5.  Motif Truntum 

Menurut sejarah, batik motif truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku Buwana III dari Surakarta Hadiningrat) bermakna cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi dan semakin lama terasa semakin subur berkembang (tumaruntum). Bisa dikatakan, jika motif truntum merupakan simbol dari cinta yang bersemi kembali. Menurut kisahnya, Sang Ratu yang selama ini dicintai dan dimanja oleh Raja, merasa dilupakan oleh Raja yang telah mempunyai kekasih baru. Untuk mengisi waktu dan menghilangkan kesedihan, Ratu pun mulai membatik. Secara tidak sadar ratu membuat motif berbentuk bintang-bintang di langit yang kelam, yang selama ini menemaninya dalam kesendirian. Ketekunan Ratu dalam membatik menarik perhatian Raja yang kemudian mulai mendekati Ratu untuk melihat pembatikannya. Sejak itu Raja selalu memantau perkembangan pembatikan Sang Ratu, sedikit demi sedikit kasih sayang Raja terhadap Ratu tumbuh kembali. Berkat motif ini cinta raja bersemi kembali atau tum-tum kembali, sehingga motif ini diberi nama Truntum, sebagai lambang cinta Raja yang bersemi kembali.
Cerita lain menyebutkan, proses penciptaan motif truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk, anak dari seorang abdi dalem bernama Mbok Wirareja. Kanjeng Ratu Beruk atau Kanjeng Ratu Kencana ini adalah isteri dari Paku Buwono III (bertahta dari 1749–1788 M) tetapi berstatus garwa ampil (selir), bukan permaisuri kerajaan. Persoalan status ini menjadikan Kanjeng Ratu Beruk selalu gundah. Ia mendamba jadi permaisuri kerajaan, sebuah status yang begitu dihormati dan dipuja orang sejagad keraton. Tetapi lebih dari semua itu, Kanjeng Ratu Beruk ingin selalu berada di samping sang raja agar malam-malam sunyi tidak ia lewati sendirian.
Pada suatu malam, perhatian Kanjeng Ratu Beruk tertuju pada indahnya bunga tanjung yang jatuh berguguran di halaman keraton yang berpasir pantai. Seketika itu juga ia mencanting motif truntum dengan latar ireng (hitam). Hal tersebut merupakan refleksi dari sebuah harapan. Walaupun langit malam tiada bulan, masih ada bintang sebagai penerang. Selalu ada kemudahan di setiap kesulitan, sekecil apa pun kesempatan, ia tetap bernama kesempatan.


By Ayu Mulia Hati :-D

Monday, January 20, 2014

konflik Poso



Konflik budaya Poso
 A.    Penyebab Konflik Poso
https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQWc0pGseUwXB6rLAStuUj8UTIcQIKeAGfDoiti2DrWGJlV6v_h      Konflik Poso yang terjadi pada akhir tahun 1998 merupakan konflik agama yang terjadi ditengah berbagai perbedaan yang ada. Konflik  Poso adalah serangkaian konflik yang berkelanjutan dan sangat sulit untuk menemui titiktemu yang tepat, karena konflik Poso merupakan konflik agama, suku, dan ras. Dimana dengan perbedaan yang begitu banyak sangat mudah terjadinya suatu konflik-konflik
lain. Konflik Poso tertitik berat pada konflik agama, karena suku yang bertikai adalah suku-suku yang berbeda keyakinan. Mereka tidak memandang sanak saudaranya sendiri, hanya dengan dalih berbeda agama saudara tersebut  bisa bertikai bahkan saling membunuh.
            Konflik Poso diawali oleh pertikaian yang terjadi antara pemuda dan kebetulan mereka berbeda agama. Kemudian belalur-larut tanpa diselesaikan sehingga berkepanjangan dan melibatkan berbagai pihak dan mengacu kepada perbedaan yang terjadi.
            Berbagai kejadian yang tidak berpri kemanusiaan terjadi disini. Pembunuhan yang dilakukan secara tragis seperti dengan cara memenggal kelapa seseorang sangat sering terjadi, karena kepercayaan mereka terhadap budaya leluhur atau nenek moyang mereka sangat kental.
            Konflik Poso terjadi hingga tiga kali sebelum terjadinya kesepakatan dalam Delkarasi Malino yang diselenggarakan pada akhir tahun 2001, namun fakta yang terjadi walaupun kesepakan telah tercapai konflik tetep berlanjut hingga tahun 2005.

     B.     Dampak dari Konflik Poso
Untuk mengetahui kondisi sebuah tempat dimana konflik terus berlangsung tentunya kita mengacu kepada kondisi masyarakat tersebut. Kerusuhan yang terjadi di Poso memberikan dampak sosial yang cukup besar jika di liat dari kerugian yang di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta benda, secara psikologis bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu. Dampak psikologis tidak akan hilang dalam waktu yang singkat. Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan Poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil. Satu kerusuhan yang dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap penduduk muslim kota Poso dan minoritas penduduk muslim di pedalaman kabupaten Poso yang tidak mengerti sama sekali dengan permasalahan yang muncul di kota Poso.
Dampak dari kerusuhan Poso dapat di bedakan dalam beberapa segi :
 1. Dampak dari segi Budaya, diantaranya:
1.     Dianutnya kembali budaya “pengayau” dari masyarakat pedalaman (suku pamona dan suku mori).
Pengayau adalah tradisi  kebudayaan leluhur atau nenek moyang mereka yang turun temurun dilaksanakan. Dimana kepala manusia merupakan sesaji utama yang mesti hadir, karena mereka beranggapan makin banyak tengkorak kepala yang mereka dapat maka akan memberikan tambahan semangat jiwa dari sebelumnya, sehingga bisa mendatangkan keberkatan dan kemakmuran bagi dirinya juga seluruh kampung. Berawal dari sisnilah kebiasaan mengayau kepala tersebut terus terjadi secara turun tamurun antar suku disamping karena motivasi diatas adanya perluasan wilayah kakuasaan, urusan ekonomi dan lain sebagainya menjadikan salah satu alasan terjadinya perang antar suku yang berakhir pada pengayauan atau pemenggalan kepala. Dimana kepala hasil perburuan tersebut dijadiakan sebagai persembahan dan pengorbanan.
·         Dilanggarnya ajaran agama dari kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai tujuan politiknya.
·         Runtuhnya nilai – nilai kesepakatan bersama sintuwu maroso yang menjadi bingkai dalam hubungan sosial masyarakat Poso yang pluralis.
2.    Dampak hukum sosial yang terjadi, diantaranya:
·         Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat Poso ke dalam dua kelompok yaitu kelompok merah dan kelompok putih.
·         Tidak dapat di pertahankan nilai- nilai kemanusiaan akibat terjadi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual.
·         Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hulum di masyarakat kabupaten Poso.
·         Muculnya perasaan dendam dari korban – korban kerusuhan terhadap pelaku kerusuhan.
3.    Dampak politik sosial yang terjadi, diantaranya:
·         Terhentinya roda pemerintahan.
·         Jatuhnya kewibawaan pemerintah daerah terhadap masyarakat.
·         Hilangnya sikap demokratis dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing– masing kelompok kepentingan.
·         Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya. 
          4. Dampak Ekonomi sosial yang terjadi, diantaranya:
·         Lepas dan hilangnya faktor sumber produksi ekonomi masyarakat seperti; sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan, rumah makan, hotel dan lain sebagainya.
·         Eksodus besar – besaran penduduk muslim Poso.
·         Munculnya pengangguran dan kelangkaankesempatan kerja.

      C.     Solusi dari konflik di Poso (Penyelesaian)
Deklarasi Malino yang diselenggarakan pada tanggal 20 Desember 2001 merupakan salah satu contoh diman solusi untuk konflik Poso sempat menenmukan titik terang, namun deklarasi itu tidak bertahan lama untuk mendamaikan kedua belah pihak yang sedang berseteru karena pemikiran-pemikiran dan anggapan-anggapan masih mengacu kepada perseteruan yang sudah lama berseteru.
Inti dari isi dari deklarasi itu tidak lain untuk menghentikan segala bentuk pertikaian antara mereka. Terdapat 10 poin yang menjadi isi dari deklarasi tersebut, diantaranya;
1.         Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.
2.        Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.
3.        Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan. 
4.        Untuk menjaga terciptanya suasana damai menolak memberlakukan keadaan darurat sipil serta campur tangan pihak asing.
5.        Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain demi terciptanya kerukunan hidup bersama.
6.        Tanah Poso adalah bagian integral dari Indonesia. Karena itu, setiap warga negara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan menghormati adat istiadat setempat.
7.        Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
8.        Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.
9.        Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara menyeluruh. 
10.      Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati dan menaati segala aturan yang telah disetujui baik dalam bentuk UU maupun dalam peraturan pemerintah dan ketentuan lainnya.
              
 Konflik yang berkelanjutan ini haruslah menjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga negara Indonesia terutama peran pemerintah untuk mencari jalan keluar atau solusi yang terbaik. Upaya yang harus dilakukan dalam hal ini adalah;
·         Menghentikan semua pertikaian yang terjadi untuk membuka permulaan hidup yang baru tentunya dengan lebih baik, baik melalui jalur hukum ataupun kekeluagaan demi tercapainya titik temu perdamaian.
·         Terus mencoba merundingkan kembali pemimpin dari kedua belah pihak yang  berseteru unuk menemukan sebuah jalan keluar yang baik tanpa merugikan pihak manapun. 
·         Diplomasi perdamaian Malino dalam penyelesaian konflik di Poso dan Maluku.
·         Terus memberikan penyuluhan berupa pendidikan tentang perbedaan.